Tugas pertama belajar berbenah dengan metode Gemar Rapi saya tuliskan disini membahas tentang clutter dan motivasi berbenah.
Nah..lanjut kali ini tugas 2 tentang pilar-pilar Gemar Rapi.
Gemar Rapi, kata Gemar berarti suka sekali akan. Gemar Rapi berarti suka sekali akan kerapian (Rapi= baik, teratur, bersih, apik, tertib, serba beres, menyenangkan, siap sedia, siaga, sebagaimana mestinya, tidak asal saja).
Jadi metode Gemar Rapi ini tidak hanya sekedar metode berbenah biasa, namun metode berbenah yang holistic (menyeluruh).
Untuk mendukung metode Gemar Rapi, ada 8 pilar yang menunjang. Di Materi kedua, kita membahas 4 pilar dulu:
1. Dilakukan oleh pemilik barang (owner)
2. Penguatan mindset sebagai pondasi awal (mindset Gemar Rapi)
3. Perubahan kebiasaan sebagai tujuan (Habit)
4. Pengurangan barang dengan prinsil lagom (Decluttering).
Pertanyaan pertama, apakah anggota keluarga sepakat dengan pilar pertama?
Setelah berdiskusi dengan pasangan (Bilal belum bisa diajak berdiskusi sih..) ya, kami, kedua belah pihak setuju bahwa setiap orang bertanggung jawab pada barangnya sendiri, termasuk dalam berbenah yang harus dilakukan oleh pemilik barang.
Kecuali beberapa barang yang bisa didelegasikan sesuai kesepakatan, karena saya sebagai istri yang bertugas di rumah. Seperti mengurus pakaian milik suami dan anak.
Jika jadwal berbenah sudah dibuat, kemudian pasangan sibuk, saya akan berupaya untuk mengingatkan kesepakatan yang sudah kami setujui sebelumnya. Dan sounding kembali tujuan dan motivasi berbenah. Saling mengingatkan, karena kami hidup bersama dan memiliki cita-cita bersama.
Kedua, tuliskan pola pikir lama dan korelasikan dengan dengan pola pikir baru setelah membaca materi pilar kedua
Dulu, saya percaya bahwa memang ada orang yang karakternya rapi, dan saya bukan termasuk karakter tersebut.
Karena meskipun sudah capek berbenah..sebentar saja, akan berantakan kembali "Daripada capek-capek, tidak perlu dibereskan lah..nanti juga berantakan lagi"
Apalagi setelah punya anak, dan anak saya tumbuh sebagai balita yang aktif. Rasanya tidak mungkin rumah bisa rapi. Seringkali juga mendengar orang-orang yang bilang "wajar..rumah berantakan kalau ada anak kecil" yang membuat saya semakin percaya bahwa memang rumah berantakan, kacau, itu wajar saja meski hati tidak tenang dan kepala pusing jadinya.
Setelah membaca materi pilar kedua, saya merasa tercerahkan dengan mindset baru, bahwa semua tentu saja bisa rapi dengan melakukan pembiasaan hidup rapi. Rapi yang bukan hanya fisik, tapi juga pemikiran.
Untuk itu saya perlu mengubah mindset tetap dulu, menjadi mindset tumbuh. Menumbuhkan rasa gemar akan kerapian, lalu menumbuhkan habit melalui pembiasaan hidup rapi minimal 21 hari dilakukan terus menerus tanpa putus dilanjutkan selama 6 bulan.
Sekarang saya optimis bahwa rumah dengan anak balita bisa juga rapi. Beda yaa..rumah dengan "hidup rapi" dan rumah yang berkali-kali dirapikan. Anak balita juga bisa dibiasakan hidup rapi. Membiasakan anak hidup rapi berpengaruh pada pembentukan karakternya juga.
Perubahan kebiasaan ke depan yang kami sekeluarga akan lakukan adalah berusaha memutuskan penyebab clutter di rumah:
* tidak menunda pekerjaan
* Mengembalikan barang pada tempatnya setelah digunakan
* Untuk anak saya, Bilal, membiasakan mengembalikan barangnya sendiri (mainan, tas,dan bukunya) setelah digunakan, meletakkan piring/gelas kotor sehabis makan ke wastafel (dulu, sudah pernah kami biasakan, namun karena banyak pemakluman akhirnya berantakan lagi)
Terkait pengurangan barang dengan indikator lagom yang saya pahami adalah mengurangi barang yang membuat clutter dengan indikator barang yang disimpan hanya yang paling kita sukai (pilih dari beberapa barang yang manfaatnya sama), benar-benar dibutuhkan, tidak kekurangan dan tidak juga berlebihan.
Barang yang tertumpuk, karena merasa suatu saat akan dibutuhkan coba ditimbang dulu..apakah benar kita akan membutuhkannya? kapan akan dibutuhkan? beri jangka waktu barang tersebut mau disimpan berapa lama. Biasanya justru jika disimpan lama barang akan berkurang manfaatnya karena mulai rusak, terkikis, lapuk dsb (sebab dibiarkan tertumpuk begitu saja). Akan lebih baik jika dihibahkan/dijual ke orang yang lebih membutuhkan.
Contoh barang yang menjadi clutter di rumah kami: buku-buku, pakaian dan sepatu yang berlebihan dan tersimpan begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar